Sabtu, 25 Juni 2011

KLP 4 Psi. Belajar


KEPUNAHAN DAN PEMULIHAN SECARA SPONTAN

Kepunahan dan pemulihan spontan sering diperlakukan sebagai aspek sekedar topik yang lebih besar dalam psikologi belajar (seperti pengkondisian klasik, pengkondisian instrumental, atau jadwal penguatan).

A.     DEFINISI  PEMADAMAN
1.         Definisi Extinction(pemadaman) dilakukan dengan cara menghentikan pemberian penguat/pengukuh (reinforcers) pada perilaku yang semula dikukuhkan sampai ke tingkat sebelum perilaku tersebut dikukuhkan.
2.         Extinction(pemadaman) digunakan dengan dua cara; untuk menggambarkan prosedur dan hasil dari prosedur tersebut. Prosedur kepunahan melibatkan mengakhiri presentasi penguatan. Ini juga dapat dianggap sebagai akhir periode akuisisi. Hasil espected adalah bahwa kekuatan respon pada akhirnya akan kembali ke tingkat pretraining.

Perlawanan terhadap Pemadaman
Salah satu ukuran yang digunakan untuk menentukan efektivitas prosedur pelatihan atau kekuatan belajar adalah jumlah waktu atau jumlah percobaan yang diperlukan untuk memadamkan tanggapan. Secara umum, semakin besar nilai ini, semakin besar perlawanan terhadap kepunahan, atau kekuatan respon.

Awal kepunahan
Salah satu temuan yang menarik adalah bahwa sebelum kepunahan mulai berkurang, kekuatan respon sering meningkat sedikit hanya setelah awal prosedur kepunahan.
Pelatihan Kelalaian
Salah satu prosedur yang dapat digunakan untuk meningkatkan proses kepunahan adalah pelatihan kelalaian. Tidak hanya subjek yang diperkuat untuk merespons, tetapi penguat diberikan bila respon tidak dibuat untuk beberapa waktu. Dengan kata lain pada akhirnya akan mengakibatkan kepunahan respon.

Extinction Burst
Salah satu karakteristik dari proses extinction adalah ketika perilaku tidak lagi mendapatkan penguat, maka tiba-tiba perilaku tersebut mengalami peningkatan frekuensi, intensitas, dan durasi, sampai pada akhirnya perilaku tersebut berhenti.
Contoh:
Seseorang meningkatkan jumlah frekuensi menekan tombol, dan intensitas penekanan, ketika ia tidak mendapatkan minuman kaleng setelah memasukkan koin. Setelah sekian kali mencoba, ia berhenti menekan tombol. Sebelumnya seseorang ketika menekan remote TV, TVnya akan menyala.Suatu hari, ketika ia menekan, TV tidak menyala. Ia semakin cepat dan semakin keras menekan. TV tetap mati, dan ia menyerah.
Karakteristik lain dari extinction burst adalah munculnya perilaku novel (perilaku yang biasanya tidak muncul pada situasi khusus) dalam waktu singkat, ketika perilaku tidak diberi stimulus penguat.
Biasanya perilaku novel selama proses extinction ini terwujud dalam respon emosional.
Contoh :
Ketika Amanda berteriak sangat keras, orang tuanya akan masuk ke kamarnya dan memberikan perhatian yang tadinya tidak dia dapatkan. Extinction burst tidak selalu proses yang disadari. Amanda tidak akan berpikir,“aku akan menangis keras, berteriak, memukul bantal untuk mendapatkan perhatian orang tua”.


B.     VARIABLE MEMPENGARUHI KEPUNAHAN

Jumlah Penguatan pada saat akuisisi
Mungkin ada interaksi antara jumlah penguatan dan ukuran atau jumlah dari masing-masing penguatan. Menetapkan nilai atau jumlah untuk penguat tidak selalu mudah (ex. Ketika pujian verbal digunakan sebagai hal yang memperkuat). Namun, temuan umum adalah bahwa semakin besar nilai atau jumlah penguatan yang  terus menerus, semakin kecil nilai resistansi terhadap kepunahan. Temuan ini umumnya dikaitkan dengan kontras antara akuisisi dan prosedur kepunahan.

Reinforcement Sekunder
Sekunder, atau dipelajari, penguatan dapat memperpanjang ketahanan terhadap kepunahan ketika beberapa penguat lainnya telah dihentikan secara permanen. Namun, kekuatan dari penguatan sekunder adalah tergantung pada presentasi sesekali penguatan diakhiri, penguatan sekunder akhirnya akan kehilangan sifat-sifatnya dan  menguatkan melalui kepunahan.

Penundaan Penguatan
Jika terjadi keterlambatan penguatan selama periode akuisisi, efek biasanya adalah peningkatan ketahanan terhadap kepunahan respon yang sedang dipelajari. Hal ini ditemukan terutama ketika lama keterlambatan bervariasi dan termasuk beberapa uji coba penguatan langsung. Hal ini juga menemukan bahwa rata-rata lama menunda untuk mempromosikan resistensi tampaknya lebih besar untuk punah.

Upaya respon
Secara Umum, semakin besar upaya yang diperlukan untuk membuat respon selama kepunahan, semakin rendah nilai ketahanan terhadap kepunahan.

Intertrial Interval (ITI)
Meskipun banyak upaya penelitian, belum ada temuan umum konklusif mengenai hubungan interval intertrial (ITI) dan perlawanan terhadap kepunahan. Beberapa hasil menunjukkan bahwa interval pendek penurunan ketahanan terhadap kepunahan, sementara yang lain menunjukkan sebaliknya. Interval intertrval tampaknya tidak menjadi kuat atau satu variabel yang dapat dimanipulasi untuk menciptakan efek umumnya diprediksi. Sebaliknya, pengaruh memanipulasi perlu diuji dalam setiap keadaan yang unik.

Pengaturan Penguatan
Dalam memanipulasi tingkah laku, yang penting bukan hanya wujud dari renforsemennya tetapi juga bagaimana pengaturan pemberiannya. Renforsemen yang diadministrasi dengan cermat memungkinkan kita untuk membentuk tingkah laku (alwisol, 2004).
Di dalam reinforcement, dikenal reinforcement positif dan reinforcemen negatif. Proses Extinction yang diberikan untuk menghapus perilaku, diberikan tergantung dari jenis reinforcement saat perilaku itu terbentuk.
Ada 2 prosedur extinction :
a. Jika perilaku terbentuk karena diberi penguat positif, maka extinction dilakukan dengan cara tidak lagi memberikan penguat setelah perilaku tersebut.
b. Jika perilaku terbentuk karena disingkirkannya stimulus penolakan, maka extinction dilakukan dengan cara tidak lagi menyingkirkan stimulus penolakan setelah perilaku tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 
a. Jadwal reinforcement sebelum extinction.
• Untuk perilaku yang terbentuk dari reinforcement yang diberikan secara teratur (fixed), extinction dapat mudah terbentuk ketika seseorang tidak agi mendapatkan penguat.
Contoh:
Seseorang menekan tombol mesin minuman kaleng.
• Untuk perilaku yang terbentuk dari reinforcement yang diberikan secara berselang (variable), extinction perilaku membutuhkan waktu yang lebih lama.
Contoh:
Pemain judi menggunakan mesin yang rusak, namun terus mencoba memasukkan koin.
       b. Peristiwa pemberian reinforcement setelah extinction.
Jika Reinforcement diberikan selama proses extinction, maka akan dibutuhkan waktu yang lama untuk memadamkan perilaku.
Jika Reinforcement diberikan ketika seseorang memasuki masa spontaneous recovery, maka perilaku akan dengan cepat terbentuk kembali seperti semula sebelum masa extinction. Sehingga, pada umumnya proses penghapusan reinforcement dan extinction membutuhkan waktu yang lama.

C.      KEJADIAN KHUSUS KEPUNAHAN
Pemulihan Spontan
Jika proses kepunahan dengan ketat digunakan untuk jangka waktu yang cukup, di beberapa titik kekuatan respon akan kembali ke tingkat semula, sebelum diakuisisi. Pada saat itu, akan ada kemungkinan untuk mengakhiri proses kepunahan dan klaim menjadi lengkap. Hal ini diketahui, bahwa setelah periode kepunahan istirahat telah terjadi, berikutnya pemulihan spontan respon yang mungkin akan terjadi, ketika situasi stimulus disajikan sekali lagi tanpa penguatan yang menyertainya, respon mungkin muncul kembali. Kekuatan respon dalam pemulihan spontan, yang biasanya kurang dari pada akuisisi, dapat digunakan sebagai salah satu ukuran efektivitas proses kepunahan. Jadi, perilaku yang sempat terhapus selama beberapa waktu, akan lebih cepat dimunculkan kembali ketika seseorang menemui situasi yang mirip sebelum extinction.
     Silent Extintion
Dalam silent extinction (pemadaman perlahan) memberikan kesempatan bagi organism untuk memberikan respon pada level akuisisi, tetapi tidak ada penyertaan penguatan. Ketidak beraradaan penguatan maka secara bertahap akan mengurangi nilai dari respon yang akan dapat diketahui ketika organism telah mencapai level preakuisisi. Percobaan pemadaman kemudian dilanjutkan setelah point ini. Dan hasil penelitian menunjukkan semakin lama percobaan pemadaman dilakukan maka semakin rendah nilai respon yang diberikan dalam usaha pemadaman.            
    
Latent Extinction
Prosedur laten ekstiction hampir sama dengan silent extinction yaitu tidak adanya pemberian penguatan selama proses pemadaman. Namun perbedaannya bahwa organisme tidak diberikan kesempatan menampilkan seluruh respon yang telah dipelajari, hanya respon-respon parsial yang diperbolehkan muncul.

Pemadaman tanpa Respon
Pemadaman tanpa respon muncul ketika organism ditempatkan dalam situasi stimulus namun tidak diperbolehkan untuk menampilkan perilaku yang sebelumnya. Dalam beberapa kasus misalnya bunuh diri dan menggunakan obat dilakukan untuk mencegah respon.

D.      TEORI EXTINCTION   
1.      Response-Produced-Inhibitio theory
Teori ini terdiri atas dua komponen, pertama disebut (reactive inhibition) penghambatan, merupakan komponen sementara yang diperhitungkan dapat menciptakan kelelahan dan akan menghilang siring waktu. Yang kedua adalah (conditional inhibition) penghambatan terkondisi yang dianggap sebgai komponen permanen. Teori ini dikembangkan oleh Hull.
2.      Teori Kompetisi
Oleh Erwin Guthrie. Teori ini menyarankan bahwa respon yang baru (berbeda) akan menjadi cocok dengan stimulus, yakni extinction secara esensial adalah proses penempatan respon original (asli) dengan respon lain (sebagai tandingan). Teori ini juga sering disebut teori interferensi.
3.      Frustatio Competition theory
Berpendapat bahwa perilaku yang tidak diberikan penguatan akan menghasilkan frustasi yang kemudian menimbulkan keinginan berkompetisi. Respon berkompetisi muncul secara kuat karena organisme terreinforce dengan cara mengurangi frustasi.                          




E.         INTERPETATION OF SPONTANEOUS RECOVERY
Spontaneus recovery merupakan salah satu prinsip dasar instrumental learning secara umum didefinisikan sebagai pemunculan kembali suatu respon yang dipelajari yang sepertinya sudah menghilang.yang diinterpetasikan akan muncul ketika sebuah respon kembali dimunculkan karena dihadirkannya stimulus yang mengikuti pemadaman perilaku (extinction) dan beberapa waktu istirahat, maka kemungkinan besar spontaneus recovery akan muncul sebagai respon. Beberapa teori  telah diajukan untuk menjelaskan fenomena tersebut,  salah satunya adalah teori yang mangajukan response produced-inhibition theory bahwa periode istirahat yang mengikuti pemadaman membiarkan menghilangnya penghambat reaksi sehingga kekuatan respon sekali lagi akan kembali dan akan lebih besar dari nilai-nilai penghambat itu sendiri.
Teori kedua mengajukan bahwa spontaneus recovery itu menghadirkan kemunculan kembali respon ketika petunjuk-petunjuk diskriminasi tertentu untuk merespon itu muncul. Penjelasan lebih umum bahwa petunjuk diasosiasikan dengan awal kemunculan respon  tidak dihilangkan, dengan demikian ketika mengikuti perode istirahat, response kembali dimunculkan.
Para psikolog menggunakan istilah “extinction” menggambarkan prosedur yang terlibat, yakni menghentikan pemberian penguatan terhadap perilaku terkuatkan yang baru saja dimunculkan, sedangkan untuk term yang kedua extinction digunakan untuk menspesifikasi hasil dari penggunaan prosedur tersebut _ kembalinya respon dalam pertanyaan aslinya kekuatan (pengkondisian kembali).
Extinction dalam kondisioning klasik berbeda dari pengkondisian instrumental Penghentian perilaku pada stimulus tak terkondisi (UCS) dan pemunculan kemudian stimulus terkondisi (CS) itu sendiri merupakan prosedur untuk respon yang terkondisi secara klasikal.        





















DISCRIMINATION AND GENERALIZATION

Istilah generelalisasi stimulus dan diskrikminasi diguakan untk menggambarkan  pemahaman megenai bagaiamana sebuah respon yang deipelajari dikaitkan dengan bentuk stimulus tertentu yang terkadang juga dibedakan  derajat similiaritasnya. Semakin bervariasi jenis stimulus yang menjadi kunci respon, semakin besar potensi generelalisasi stimulus. Semakin banyak respon yang dimunculkan terhadap stimulus yang identik dengan stimulus asli semakin besar diskriminasi yang ditampilkan.
Terdapat dua jenis generalisasi stimulus, pertama y\yaiut generelisasi stimulus utama yakni dimana organisme merespon g=bukan hanya terhadap stimulus utama/asli tetapi juga terhadap simulus lain yang mirip secara fisik. Generelisiasi sekunder dimana organisme merespon karena terdapat pembelajaran equivalent antara kedua stimulus .
A.     FAKTOR UMUM YANG MEMPENGARUHI GENERALISASI
Atensi
Dalam pandangan umum, kemungkinan organisme akan merespon sesuatu stimulus tertentu teragantung pada atensi yang diberikan terhadap stimulus tersebut. Hasil penelitian menemukan bahwa attention hanya akan dimunculkan hanya pada bagian-bagian kompleks tertentu dari sebuah stimulus, sistem ini disebut selective attention.
Stimulus control
Stimulus kontrol merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jalan bagaimana sebuah stimulus tertentu  menentukan mnculnya respon yang benar sebuah stimulus yang menempatkan atau memerlukan petunjuk, respun yang muncul disebut discriminative respon.



B.     PROSEDUR YANG MEMPENGARUHI GENERALISASI

Simultaneus vs succesive stimulus Presentation
Secara esensial, tes generalisasi stimulus selalu terdirio atas perbandingan.dua perbandingan dasar  membangun generalisasi stimulus yang mengharsukan stimulus dihadirkan dalam waktu yang bersamaaan disebut simulatenus presentation, dan perbandingan yang hanya menampilkan stimulus dalam hanya sekali waktu disebut succesive presentation. Simultaneus presentation biasanya digunakan dalam usaha memperkuat respon sebuah stimulus (yang bersifat positif) namun tidak untuk stimulus yang lain (negatif).dalam succesive presentation  organisme bebas untuk merespon atau tidak merespon setiap stimulus yang dihadirkan.
Single vs Multiple Stimulus Testing
Ketika menguji generalisisasi atau diskiriminasi, organisme mungkin akan membandingkan stimulus asli dengan stimulus tambahan (pengujian stimulus tunggal) atau membandingkan stimulus asli dengan sekelompok/ beberapa stimulus tambahan (pengujian stimulus berganda).
Selection of Measure
Terdapat setidaknya dua cara berubah dalam mengukur generalisasi yang dapat ditemukan. Pertama disebut generalisiasi absolut, merujuk pada perbedaan anatara jumlah kekuatan respon yang sesungguhnya yang dilaporkan ketika stimulus dihadirkan  dibandingkan jumlah kekuatan stimulus yang sebenarnya yang terlihat ketika stimulus asli telah digunakan. Generalisasi relatif merujuk pada persentase hubungan antara kekuatan respon yang diberikan kepada uji stimulus asli.
C.      UNIVERSALITAS GENERALISASI
Generalisasi juga dapat diamati dari banyak segi setting alamiah dan dapat digunakan dalam prosedur varaiasi belajar yang  kemudian membimbing ahli-ahli untuk menggambarkannya sebagai universal.


Generalisasi dalam setting alamiah
Meski terdapat banyak generalisasi didemonstrasikan dalam konteks eksperimen laboratorium terdapat juga generalisasi yang bersifat alamiah. Penerapan prinsip generalisasi pada permasalahan manusia sebagai penilaian rasial atau penilaian perilaku abnormal juga menarik minat para ilmuwan psikologi
Contohnya seorang psikolog klinis harus berhadapan denga pasien yang menunujukkan tanda-tanda phobia terhadao air yang mengalir. Phsobia tersebtu dapat berkembang sudah sejak lama sebagai respon dari sebuah kejadian menakutkan yang terkait dengan air terjun namun kemudian kecemasan digeneralisasikan pada shower. Maka psikolog klinis akan membentuk tujuan untuk mengajarkan pasien untuk membedakan antara original stimulus (air terjun) dengan stimulus yang lain (shower) untuk mereduksi kecemasan.

D.     EXPLANATION OF GENERALIZATION
a.      Pembelajaran Sebelumnya : Penguatan Diferensial
Sebuah prosedur memberikan penguatan sebuah respon dan tidak memberikan penguatan terhadap respon yang lain dalam sebuah aturan perilaku yang sistematik.
b.      Fungsional vs Penjelasan Fisikal
Cara lain untuk menjelaskan extinction telah ditekankan pada pengalaman  tanpa berfokus pada kondisi terkuatkan. Penjelasan fungsional menegaskan bahwa belajar untuk mengenali relevansi komponen-komponen stimulus adalah apa yang memungkinkan sebuah organisme untuk menggeneralisasi. Penguatan diferensial mungkin memainkan peran dalam pembelajaran, namun kelihatannya bukan itu saja tetapi juga berpengaruh pada kondisi untuk pembelajaran.


E.      VARIABEL YANG MEMPENGARUHI GRADIENT GENERALISASI

1.      Tingkat prediktivitas stimulus
Gradien generalisasi dapat diukur dari tingkat prediktivitas stimulus, prediktivitas stimulus adalah sebuah pengukuran mengenai sebagimana kuat asosiasi S-R asli dibandingkan asosiasi S-R lainnya. Secara umum semakin khusus sebuah S-R, semakin kecil kemungkinannya untuk diasosiasikan dengan S-R tandingan yang lain.
2.      Jumlah Latihan
Penelitian membuktikan bahwa peningkatan latihan, sama seperti penigkatan prediktivitas secara umum akan mengarahkan pada semakin besarnya kemungkinan untuk tidak digeneralisasikan  dengan kata lain semakin tinggi differentiation (pembedaan) yang terjadi.
3.      Penguatan Parsial
keecepatan respons digeneralisasikan oleh sebuah jadwal tertentu nampaknya mempengaruhi kecondongan gradient generalisasi. Secara umum semakin tinggi kecepatan respon semakin tinggi kecondongan gradient generalisasi, penjelasan yang diajukan untuk penemuan ini adalah bahwa kecepatan  yang cepat berfokus pada stimulus eksternal. Respon yang lebih lemah membiarkan perhatian atau atensi untuk dialihkan ke stimulus kognitif internal, atau ke stimulus yang tidak sesuai dengan pembelajaran.\
4.      Reward dan Punishment
Semakin sebuah respon diberikan reward semakin besar kemungkinan untuk dimunculkannya respon dan sebaliknya.



5.      Pelatihan Uji Waktu
Penundaan yang semakin panjang antara training dengan tes generalisasi maka akan semakin besar generalisasi yang dapat diharapkan.
6.      Motivation
Motivasi yang besar selama akuisisi secara umum menghasilkan kecondongan yang lebih besar untuk generalisasi.

F.      EXCITATION AND INHIBITION
Transposition
Konsep tentang transposisi sebenarnya diambil dari musik; melodi yang ditransposisikan tidak berubah kecuali dimainkan pada kunci yang berbeda. Pada suatu situasi stimulus generalisasi, transposis lebih kepada merespon hubungan antara respon dari pada sifat mutlak dari stimulus tersebut. Contoh, jika organism dilatih untuk merespon cahaya redup yang diikuti oleh cahaya yang cerah, maka organism akan menunjukkan transposisi jika intensitas dari cahaya redup dan cerah tersebut berubah tapi direspon secara terus-menerus; yang direspon bukanlah keredupan ataupun kecerahan cahaya tersebut, tapi hubungan antara cerah dan redup.

Errorless Discrimination
Prosedur yang digunakan untuk menguji nilai suatu rangsangan sementara tidak diikuti oleh nilai yang bertentangan untuk mengembangkan yang lain disebut errorless discrimination. Subjek diberikan dua stimulus, biasanya dengan stimulus pusitif (5+) yang sangat kuat dan stimulus negative (S-) yang intensitasnya rendah. Respon untuk S+ diperkuat, tapi subjek tidak membuat respon yang tidak dikuatkan kepada stimulus lain. Secara bertahap, stimulus kedua ditingkatkan, selalu tanpa diikuti respon yang tidak diperkuat. Akhirnya, jika prosedur dikontrol dengan baik, kedua stimulus akan kuat dan subjek akan menunjukkan perbedaan tanpa pernah merespon (tidak di perkuat atau respon salah) stimulus negatif.
Errorless Discrimination telah digunakan untuk mendukung kesimpulan sebelumnya- fenomena peak sift dan behavioral contrast tergantung pada pengakuan subjek terhadap pertentangan S-. baik peak shift ataupun behavioral contrast akan muncul ketika perbedaan yang stabil dalam menggunakan errorless-discrimination procedure. Diskriminasi dibentuk tanpa frustrasi diasosiasikan dengan respon terhadap S- yang tidak diperkuat. Dan jika no frustration adalah pengalaman, there will be no frustration to serve as a motivation and provoke additional responding untuk stimulus yang positif.
G.     FACTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISKRIMINASI
1.      Selective attention
Perhatian terhadap situasi stimulus yang relevan yang bagiannya ditentukan atau tidak didiskriminasi akan dikembangkan. Ketika lingkungan relative sederhana dan waktu untuk mengobservasi memadai, maka akan lebih mudah mengingat stimulus yang relevan tersebut. Jika lingkungan lebih complex dan waktu untuk mengobservasi kurang, maka subjek akan berusaha memusatkan perhatiannya dan menolak stimulus yang tidak relevan.
Contoh :  kondektur dari sebuah band orchestra telah dilatih untuk mendiskriminasi variasi komponen yang dimainkan oleh instrumen berbeda. Selama latihan, kondektur harus bisa mengidentifikasi  part individu ketika band dimainkan.
2.    Transfer of training
Transfer of training mendeskripsikan situasi dimana satu tugas yang dipelajari mempengaruhi beberapa tugas yang lain. Telah ditunjukkan bahwa belajar membedakan lebih mudah sebelum mencoba belajar mengenai suatu hubungan, tapi diskriminasi membuat tugas selanjutnya lebih mudah. Contoh kedua dari transfer of training pada tugas perbedaan telah dikenal sebagai discriminative learning sets learning  atau to learn. Subek mempelajari prinsip umum bagaimana cara merespon dan kemudian mengaplikasikannya di berbagai situasi.
Contoh; siswa sering mendemonstrasikan discriminative-learning yang telah mereka pelajari ketika mereka mencatat pada saat proses belajar mengajar. Prinsip umum seperti “ pentingnya mengatakan sesuatu dua kali” atau menolak untuk bermain, hanya fokus untuk mengisi (mencatat) dapat diaplikasikan, tanpa melihat siapa yang member pelajaran.
H.     TEORI DISKRIMINASI
Teori diskriminasi terbagi atas dua, yaitu teori kontinuitas (asosiasi) dan teori nonkontinuitas (kognitif).
Teori continuity
Teori kontinuitas dari discriminative-learning, pertama yaitu mencoba menjelaskan fenomena, mengusulkan bahwa kekuatan dari respon diskriminatif adalah fungsi dari akumulasi pengalaman yang secara bertahap dibangun dari asosiasi S-R. kekuatan dari respon diskriminatif dapat dilihat dari hasil asosiasi S-R yang diakumulasikan. Problem dari teori ini adalah tidak dapat menjelaskan fenomena seperti peak shift, dimana perubahan kekuatan respon tidak dapat dijelaskan melalui penambahan atau pengurangan prediksi dari stimulus yang berbeda-beda.
Teori noncontinuity
Keguanaan dari kemampuan menyelesaikan masalah dan hubungan belajar ditekankan pada teori nonkontinuitas. Biasa juga disebut teori kognitif dari diskriminasi.
Cue-reversal studies, dalam sebuah percobaan untuk menentukan teori yang mana yang lebih baik untuk menjelaskan diskriminasi, psikolog mengembangkan sebuah prosedur  yang melibatkan pembalikan isyarat (cue) selama latihan. Hal ini akan menjadi sederhana seperti mengganti stimulus kartu bergaris horizontal dari S+ ke S-  dan kartu bergaris vertical dari S- ke S+ . hasil dari studi tersebut terlihat bahwa tergantung pada keduanya ketika isyarat terbalik (cue-reversal) mengambil tempat dan organism apa yang dilatih.
Pada awalnya pelatihan cue-reversal terlihat mendukung penjelasan teori kontinuitas. Namun belakangan, terlihat mengindikasi beberapa pelajaran yang tempatnya diambil dan asosiasi yang  sudah tidak dipelajari sebelum asosiasi baru dapat dikemnbangkan.  
Keterlambatan dalam mempelajari cue-reversal menyediakan hasil yang mendukung teori nonkontinuitas. Yang diperoleh dari tugas baru, membuat pertukaran-sebenarnya mengembangkan lebih cepat daripada control grup. Penemuan ini disebut efek pembalikan overlearning. Pada awalnya efek reversal ditunjukkandengan beberapa organism.
“blocking “studies. Tipe belajar yang lain digunakan untuk mencoba menguji teori kontinuitas dan nonkontinuitas disebut blocking. Ada tiga prosedur yang digunakan, yaitu pertama, stimulus-respon- reinforcement secara berurutan diberikan secara berulang. Kedua, stimulus tambahan diberikan (sementara stimulus pertama dipertahankan). Stimulus kedua ini juga “meramalkan “ reinforcement akhir. Tahap ke tiga, stimulus kedua diberikan tanpa stimulus pertama untuk menentukan apakah akan terjadi atau dilakukan.
Hasil dari studi tersebut cenderung mendukung penjelasan stimulus-predictiveness. Jika penambahan stimulus kedua (tahap dua) disertai beberapa perubahan lain (misalnya reinforcement ditingkatkan), asosiasi S-R antara stimulus kedua dan respon berkembang. Bagaimanapun, jika tidak terjadi perubahan pada situasi awal, S-R asli tetap yang utama, dan tes pada tahap tiga akan menunjukkan tidak ada asosiasi antara stimulus baru dan respon. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengikuti stimulus kedua, tapi penilaian tersebut relevan; jika penambahan tersebut tidak diikuti informasi tambahan, hal tersebut ditolak.
I.        SPECIAL CASES OF DISCRIMINATION
                Beberapa prinsip utama yang dijelaskan sebelumnya(seperti errorless discrimination atau blocking) mungkin dianggap sebagai kasus special, tapi tentunya juga menjangkau bagian dimana mereka digunakan. Bagian ini menunjukkan dua aspek dari penelitian yang tidak ditercantum dibagian sebelumnya.
Discrimination in verbal learning
Studi tentang diskriminasi pada verbal learning menggunakan prosedur penyediaan kata, menanyakan pilihan respon, dan meguatkan respon yang tepat. Ketika mengetahui pola untuk merespon adalah mungkin, biasanya belajar bertahap dari diskriminasi yang dikembangkan.
Belajar tanpa kesadaran (learning without awareness). Salah satu prosedur verbal discrimination-lerning adalah learning without awareness.suatu kondisi dimana (mungkin halus) reinforcement diberikan respon tetentu, subjek mungkin (seharusnya) meningkatkan frekuensi seperti merespon tanpa tahu kenapa. Penelitian ini belum dapat dipastikan karena sulit untuk menentukan kesadaran.
Masalah diskriminasi yang tidak dapat dipecahkan
Dua tipe tugas diskriminasi yang tidak dapat dipecahkan, meskipun pada teori ada satu solusi . sepenuhnya masalah yang tidak dapat dipecahkan memberikan reinforcement dengan cara acak; respon tidak mendapat efek dari reinforcement. Tipe kedua dari tugas tersebut seharusnya memiliki respon yang tepat, tapi perbedaan pada nilai stimulus sangat kecil sehingga tidak dikenali oleh sebagian besar subjek.
Kedua prosedur tersebut menciptakan pola respon yang tidak biasa. Pertama sering mengarahkan pada respon fixasi yang akan berlangsung lama bahkan ketika reinforcement kebetulan menjadi nyata(hal ini sama dengan learned helplessness).
Situasi kedua, yang mana pilihanya semakin sulit, akan menghasilkan yang disebut experimental neurosis. Kemampuan organism yang sangat berlebihan dan membutuhkan respon yang berlanjut akan menghasilkan distress, kekecawaan dan kemungkinan pola perilaku abnormal. 














Tidak ada komentar:

Posting Komentar